top of page

Ayat 143 ini berkait erat dengan pristiwa pemindahan arah kiblat yang termaktub pada ayat 142 dan  144. Keterkaitan ini akan tampak  jelas pada salah riwayat Imam Al Bukhari yang sanadnya bersambun ke Al Barra' r.a : bahwasanya Rasulullah saw. sholat ke arah  Baitulmaqdis selama 16 atau 17 bulan. Dan beliau sungguh sangat berhasrat jika kiblat itu mengarah ke Ka'bah sebagaimana yang pernah berlaku untuk Nabi Ibrahim a.s..Lantas harapan itu terkabul. Maka sholat pertama yang dikerjakan Rasulullah SAW beserta para  sahabat adalah sholat ashar. Setelah selesai sholat, seseorang diantara para sahabat itu mendatangi kaum yang sedang dalam posisi  ruku' dalam sholat jama'ah mereka seraya berkata : Aku bersaksi atas nama Allah, bahwa aku telah sholat bersama Nabi menghadap  ke arah Ka'bah. Lantas merekapun berganti arah ke Ka'bah.
Maka di ayat 143 ini seolah-olah Allah berfirman kepada umat islam saat itu  sebagaimana yang disebutkan Ibnu Katsir - :  “Sekarang, Kami telah memindahkan arah kiblatmu ke arah kiblat  Nabi Ibrahim a.s. Kami memilih kalian, untuk kami jadikan sebagai  umat  yang terpilih dan terbaik. Hingga kelak di hari kiamat kalian menjadi saksi atas perbuatan buruk manusia.  Sebab keburukan  haruslah dikatakan sebagai persaksian.  Karena seluruh dunia akan mengakui bahwa kalianlah umat yang penuh dengan kemuliaan”.  Ummatan wasathan di ayat ini berarti umat yang terpilih. Ummat yang paling baik.
Setidaknya ada 4 pemaknaan terhadap ummatan wasathan dalam ayat ini, yaitu: Pertama, umat yang paling adil. Hal ini disandarkan pada sebuah riwayat dari Imam At Turmudzi dan Ahmad Bin Hambal yang sanadnya sampai kepada Abu Said al Khudri r.a bahwasanya Rasulullah SAW. pernah bersabda tentang firman Allah : Dan demikian, Kami telah menjadi kamu ummatan wasathan…yaitu Yang Adil . Hadist ini juga diriwayatkan oleh Imam al Bukhari. Kedua, umat yang terpilih. Sehingga umat islam yang dinamakan oleh Allah sebagai umat yang terpilih dalam ayat ini sinkron dengan firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 110: “..Kalian adalah umat terbaik yang Jika kita perhatikan ke empat makna ini berdekatan dan tidak bertentangan satu dengan yang lainnya. Sangat absah dikatakan bahwa  ummat islam adalah umat yang adil, terpilih, terbaik dan paling mulia. Tentu saja selama umat islam tersebut senantias berpegang pada al Qur'an dan Sunnah.dilahirkan untuk manusia….” Ketiga, umat yang paling mulia. Keempat, umat yang di tengah-tengah. Dalam arti kata ummat yang moderat. Tidak ekstrim seperti Nasrani yang menuhankan Nabi mereka. Tidak pula seperti Yahudi yang kehilangan penghormatan kepada Nabi-Nabi yang diutus kepada mereka. Tengah-tengah disini sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Gelar yang diberikan oleh Allah ini adalah pujian sekaligus ujian bagi ummat islam. Pujian karena kelak ummat di hari kiamat, ummat ini diharapkan mampu sebagai saksi atas perbuatan-perbuatan buruk manusia. Berani mengakatakan benar adalah benar. Salah adalah salah. Itulah sejatinya makna tengah-tengah atau moderat. Bukan berdiri diantara dan ditengah benar-salah alias bersikap  abu-abu. Kelak di hari kiamat, ummat islam akan menjadi saksi atas kaum-kaum yang pernah durhaka pada Nabi-Nabi yang diutus kepada mereka. Sebagaimana tercantum di hadist Abu Said Al Khudri bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: Nabi Nuh a.s akan dipanggil pada hari kiamat lantas Allah bertanya kepadanya : Apakah telah engkau sampaikan? Nabi Nuh menjawab:  iya. Lantas Allah SWT bertanya kepada umat Nuh: Apakah benar Nuh telah menyampaikan dakwah kepada kalian? Mereka menjawab: Tidak pernah   ada yang datang kepada kami membawa kabar baik dan berita buruk. Kemudian Allah beralih ke Nuh: lantas siapa yang akan bersaksi untukmu? Nuh menjawab: Nabi Muhammad dan ummatnya akan bersaksi untuk ku. Maka umat Nabi Muhammad lantas bersaksi bahwa Nabi Nuh benar-benar telah menyampaikan dakwah kepada kaumnya. Namun mereka mendustakan Nabi Nuh a.s. Pemindahan kiblat ke arah Ka’bah setelah 16 atau 17 bulan lamanya mereka sholat menghadap Baitul Maqdis tetaplah sebuah perkara yang berat sekaligus ujian. Kendatipun Rasulullah sendiri yang kerap berharap pemindahan tersebut. Pemindahan ini berat karena orang-orang saat itu tak berakal (assufaha') saat itu mencemo'oh dan mencela. Kenapa pula ada pemindahan arah sholat ke Ka'bah setelah sekian lama menghadap ke Baitul Maqdis?  Apa yang terjadi?  Hal ini adalah ujian bagi para sahabat saat itu. Itulah kenapa Allah berfirman bahwa pemindahan arah kiblat ini untuk menguji siapa yang tetap mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Siapa yang tetap istiqomah dan siapa pula yang ragu-ragu dan akhirnya keluar dari barisan. Karena setiap ujian adalah penyaringan. Dengan ujianlah kualitas seseorang diketahui.
“….Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu…”
Bagi siapa yang teguh mengikuti Rasul, tentu saja Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan keimanan tersebut. Sebagaima Allah tidak menyia-nyiakan keimanan orang-orang yang meninggal sebelum kiblat dipindahkan ke Ka'bah. Saat berita pemindahan itu ada beberapa sahabat yang bertanya-tanya, bagaimana dengan sholat orang-orang yang sudah meninggal? Apakah sholat mereka  diterima walaupun saat itu menghadap Baitul Maqdis? Maka Allahpun menegaskan bahwa sholat mereka tetaplah diterima karena Allah tidak akan menyia-nyiakan ketaatan hamba-Nya. Toh juga yang menyuruh Nabi sholat menghadap Baitul Maqdis saat itu adalah Allah sendiri.  Dengan itu, semakin nyatalah bahwa Allah Maha Pengasih dan Penyayang kepada manusia. Wallahua'lam. [Redaksi Kabar Media]

____________________________

1 Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur'anul 'Azim, 4 jilid, (Cairo: Dar el Taqwa, t.t), jilid 1, h. 219
2 Al Bukhari, no: 7349, dalam Fakhruddin al Rozi, At Tafsir Al Kabir, 32 Jilid (Cairo: Maktabah Taufiqiyah, 2003) jilid 4, h. 96. At Turmudzi   dan Ahmad Bin Hambal, dalam Tafsir al Qurtubi, 10 jilid (Cairo: Dar el Hadis, 2005), jilid 1, h.557.
3 Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur'anul 'Azim, 4 jilid, (Cairo: Dar el Taqwa, t.t), jilid 1, h. 219
4 Ibid, h. 558
5 Ibnu Katsir menyebut 3 maksud dari Assufaha' pada ayat 142 tersebut, yaitu::kaum musyrik arab atau orang-orang Yahudi, atau kaum munafik. Lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 1, h. 219.
6 Ada tiga pandapat tentang hal ini. Pertama, sholat menghadap Baitul Maqdis itu adalah pikiran dan ijtihad Nabi sendiri. Kedua, bahwa saat itu beliau bebas memilih antara Ka'bah atau Baitul Maqids. Ketiga, ini pendapat
sebagian besar ulama bahwa sholat menghadap baitul maqdis itu adalah wahyu dan perintah dari Allah sendiri. Untuk mendapatkan aspek hukum yang bisa ditarik dari ayat ini, silahkan simak lebih lanjut paparan Al Qurtubi dalam
tafsirnya, hal:557-561.

Ummatan Wasathan

(H. Ahmad Muzanni,Lc)
“ Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (ummat islam) umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rosul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak  menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rosul dan siapa yang membelot. Dan sungguh itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia “ (QS. Al Baqarah : 143)

bottom of page