top of page

ENERGI ALTERNATIF
“ Menjawab Harapan dan Kebutuhan Bahan Bakar  Petani Tembakau Virginia Lombok”

Berkurangnya cadangan sumber energi dan kelangkaan bahan bakar minyak yang terjadi di Indonesia saat ini, maka dibutuhkan suatu sumber energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan. Di tengah cadangan energi yang kian menipis, khususnya Bahan Bakar Minyak (BBM), maka jelas keadaan ini sangat mengkhawatirkan. Dalam situasi seperti ini, maka memahami pola konsumsi energi yang dilakukan oleh masyarakat adalah suatu keharusan dan menjadi hal penting bagi pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturan di bidang energi. Selain itu, juga bagi masyarakat sebagai konsumen untuk turut serta dalam upaya menghemat dan mendiversifikasi pemakaian energi.

Energi alternatif (biomassa) akhir-akhir ini banyak dikembangkan untuk menjawab permasalahan yang terjadi pada banyak sektor dan bidang pembangunan. Indonesia sebagai negara agraris yang beriklim tropis memiliki sumber energi terbarukan yang berpotensi besar, antara lain: energi hidro dan mikrohidro, energi geotermal, energi biomassa, energi surya dan energi mata angin.
Pemanfaat dalam skala besar belum banyak dilakukan untuk menunjang kegiatan-kegiatan yang bersifat vital, baik pada sektor pertanian, industri, pertambangan, dan sebagainya. Hal ini akan menjadi potensi besar ketika cadangan sumberdaya alam yang tidak terbarukan menjadi terdegradasi sehingga mendorong terciptanya inovasi teknologi tepat guna. Berikut beberapa kajian yang kami tulis untuk menjadi informasi awal tentang energi alternatif (biomassa) yang menjadi kebutuhan masyarakat saat ini, khususnya untuk menjawab harapan dan kebutuhan bahan bakar  petani tembakau Virginia Lombok melalui pengembangan Bio Energi.


1. Tanaman Turi
Tanaman Turi (Ketujur: bahasa Sasak) yang bernama ilmiah sesbania grandifloria merupakan jenis tanaman yang sudah umum dikenal masyarakat indonesia, tanaman multiguna yakni bunga untuk sayur , daun sebagai sumber pakan ternak sapi dan kambing serta batang untuk bahan bakar. Beradaptasi baik dengan lingkungan dan  umur genjah (2-3 tahun) serta dapat dikembangkan pada berbagai tipe lahan.
Kebutuhan tanaman turi untuk proses pengomprongan tembakau adalah sekitar 750-800 pohon per 1 unit oven selama proses pengomprongan; dengan asumsi sebagai berikut:
  - 1 drum = 200 liter
  - 1 drum minyak tanah =  50 pohon turi
  - 1 Ha tembakau butuh 3.000 liter Minyak Tanah (15 drum)
  -  Maka Kebutuhan pohon turi = 750-800 pohon turi per ha tanaman tembakau (sumber; PPL PT. SAN).
Pengembangan tanaman turi untuk mendukung kebutuhan bahan bakar pengomprongan tembakau virginia di Kabupaten Lombok Timur telah dilakukan oleh PT. Sadhana Arif Nusa melalui Program Hutan Lestari yakni pencanangan penanaman 7 juta pohon turi yang tersebar juga di beberapa wilayah dan Kabupaten di Pulau Lombok. Hal ini paling tidak memberikan solusi atau peluang untuk beberapa pihak, baik petani lahan kering sebagai petani tanaman turi dan secara langsung kepada petani pengguna bahan bakar turi (petani tembakau virginia).
Populasi tanaman turi dalam luasan 1 ha sekitar 5.000 pohon yang dapat juga dikombinasikan dengan beberapa jenis tanaman umur panjang, selain batang pohon yang diharapkan sebagai hasil, juga daun tanaman turi bisa memenuhi kebutuhan pakan ternak. Nilai ekonommis tanaman turi cukup besar untuk dikembangkan dengan pemanfaatan lahan kering atau lahan kritis, jika diasumsikan 1 pohon turi (siap panen) dijual seharga Rp.6000,- per pohon, maka hasil yang diperoleh mencapai Rp. 30.000.000,- per hektar dalam skala waktu 2,5-3 tahun. 
Proses pembakaran di oven tembakau virginia saat ini petani masih mengkombinasikan batu bara dengan kayu bakar pohon turi. Kombinasi ini dilakukan oleh petani tentunya memiliki pertimbangan kebutuhan bahan bakar, harga jenis bahan bakar, tenaga dan kualitas panas yang dihasilkan oleh  bahan bakar tersebut. Hasil panen satu hektare (ha) tembakau dibutuhkan 750-800 batang kayu pohon turi, jumlah tersebut juga dapat dikombinasikan/dicampur dengan 2 ton batu bara. Kombinasi ini tidak baku karena dipengaruhi oleh faktor besaran oven, kapasitas pengisian dan jenis tembakau.


2. Cangkang Kemiri
Selama ini pemanfaatan cangkang kemiri belum banyak dilakukan untuk proses pengomprongan tembakau virginia, baru mulai dikembangkan setelah program konversi penggunaan BBM ke Batubara, cangkang kemiri mulai dilirik oleh petani dengan beberapa alasan; (1) cangkang kemiri tersedia cukup banyak dan relatif harga terjangkau (2) kualitas panas yang dihasilkan besar dan tahan lama dalam proses pembakaran, dan (3) bisa dikombinasikan dengan bahan bakar lainnya (kayu dan batu bara).
Mengapa cangkang kemiri? Ada beberapa alasan penggunaan hasil limbah kemiri (cangkang kemiri) sebagai bahan energi alternatif yakni (1) Hutan sebagai sumber ekonomi dan kebutuhan air, (2) Isu krisis energi secara global mendorong pemanfaatan potensi kemiri di NTB (3) Potensi hutan sebagai sumber energi untuk menjawab kebutuhan saat ini, disamping sumberdaya bahan bakar cangkang kemiri yang melimpah dan murah.
Deskripsi penggunaan cangkang kemiri untuk proses omprongan tembakau virginia untuk analisis usahanya adalah sebagai berikut:
Minyak tanah memiliki kandungan kalori : 9000 kalori
  - Cangkang Kemiri memiliki kandungan kalori : 4000 – 4500 kalori
  - Untuk menyemimbangkan jumlah kalori minyak tanah maka dibutuhkan 2 kilogram cangkang kemiri
  - Populasi kemiri : 156 per ha (jarak tanam 8m x 8 m)
  - Dalam jangka 5 tahun (produksi) : 1 ha mampu menghasilkan 7.800kg.
  - Patokan harga kemiri saat ini : Rp. 6000 per kilogram
  - Hasil produksi : Rp. 46.800.000,-
Informasi dari beberapa petani tembakau virginia menyebutkan bahwa rata-rata kebutuhan untuk satu kali proses pengomprongan tembakau mencapai 10 kw cangkang kemiri (20 karung). Kebutuhan  ini juga dipengaruhi oleh faktor besaran oven, kapasitas oven, kombinasi bahan bakar ( full cangkang kemiri, Kayu Bakar + Cangkang Kemiri, Batubara + Cangkang kemiri, dan Kayu Bakar + Batubara + Cangkang Kemiri).


3. Biogas
Potensi biogas sebagai bahan bakar alternatif sebenarnya sangat banyak diproduksi terutama pada pengolahan limbah cair industri makanan, peternakan, dan pertanian. Biogas ini selain murah, juga ramah lingkungan. Biogas dapat dihasilkan dari limbah organik seperti sampah, sisa-sisa makanan, kotoran hewan dan limbah industri makanan. Pada umumnya kotoran ternak belum dimanfaatkan sepenuhnya dan sebagian hanya digunakan menjadi pupuk, padahal alternatif energi bakar dari kotoran ternak tadi cukuplah besar, dalam hal ini kotoran sapi untuk digunakan sebagai biogas. Hal ini merupakan sebuah potensi yang besar sekali sebagai sumber energi alternatif.
Pengolahan kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas yang ramah lingkungan merupakan cara yang sangat menguntungkan, karena mampu memanfaatkan alam tanpa merusaknya sihingga siklus ekologi tetap terjaga. Manfaat lain mengolah kotoran sapi menjadi energi alternatif biogas adalah dihasilkannya pupuk organik untuk tanaman, sehingga keuntungan yang dapat diperoleh adalah: (1) Meningkatnya pendapatan dengan pengurangan biaya kebutuhan pupuk dan pestisida (2) Menghemat energi, pengurangan biaya energi untuk memasak dan pengurangan konsumsi energi tak terbarukan yaitu BBM (3) Mampu melakukan pertanian yang berkelanjutan, penggunaan pupuk dan pestisida organik mampu menjaga kemampuan tanah dan keseimbangan ekosistem untuk menjamin kegiatan pertanian berkelanjutan
Umumnya peternakan sapi di Pulau Lombok  adalah dengan sistem kandang kolektif  jika dibandingkan Pulau Sumbawa dengan sistem padang penggembalaan dengan pemanfaatan lahan kering yang luas, disamping karena sumberdaya lahan yang terbatas dan sistem kandang kolektif  juga dirasakan lebih aman bagi kelompok peternak sapi di Pulau Lombok.  Pemanfaatan kotoran ternak sapi untuk biogas belum banyak dilakukan oleh kelompok peternak padahal potensi bahan baku berupa kotoran ternak sapi itu melimpah.
Sehingga potensi pengembangan untuk produksi energi alternatif dengan teknologi tepat guna dalam skala besar sangat potensial untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan.

bottom of page